Surat edaran mengenai hate speech sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra sejumlah masyarakat Indonesia. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Agus menjelaskan bahwa Surat Edaran (SE) hasil diskusi pihak kepolisian dan sejumlah pihak yang terkait bersama salah satu naskah ilmiah Doktor Maruli Simanjuntak pada 2012 lalu.
"Ini merupakan salah satu naskah ilmiah Doktor Maruli Simanjuntak mengenai makalah S3 beliau tentang Hate Speech ini. Dan kita mengupayakan bisa sosialisasikan kepada anggota mengenai surat edaran tersebut. Selain itu, kompolnas sudah meneliti dan merekomendasi bahwa dari sebagian anggota polri, masih ada yang kurang memahami ujaran kebencian. Nah SE ini memberikan sikap ke mereka untuk sigap mengambil sikap karena acuannya sudah jelas," tutur Agus saat mengisi acara 'Hate Speech kenapa diributkan?' di Kampus Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan, Sabtu (21/11) sore.
Menurut Agus, Surat Edaran (SE) ini sebenarnya bukan konsumsi publik, melainkan internal polri. "Mengenai surat edaran hate speech, ini bukan merupakan peraturan juga bukan produk hukum, ini sebenarnya surat internal untuk anggota kepolisian untuk fokus kurangi kebencian," kata Agus.
Lanjut Agus, surat edaran ini merupakan untuk internal polri, bukan penegakan hukum. SE juga untuk pemberitahuan dan tata cara yg berlaku. "Dalam SE ini distribusinya yaitu pejabat mabes polri, kapolda dan pejabat di luar struktur misalnya BNN, bukan masyarakat. Jadi masyarakat jangan khawatir," paparnya.
Agus menjelaskan, adanya SE ini, pihak kepolisian nantinya akan memonitor di mana adanya benih pertikaian. Kemudian melakukan pendekatan dan mampu memberi pemahaman.
Dirinya mencontohkan, seperti kasus di Ponorogo beberapa waktu lalu, bereda gambar seorang anggota polri yang sedang menggunakan hand talky, dengan dibuat cerita sang polisi sedang menelepon istri untuk menghabiskan uang. Hal ini salah satu hate speech karena merugikan orang lain dan pencemaran nama baik. Sang pelaku akhirnya dilaporkan, dipanggil pihak kepolisan dan akhirnya dia mengaku salah.
"Intinya ini mensosialisasikan anggota kita untuk bekerja lebih sigap. Dan sebenarnya ini ramai karena pemberitaan media. Ini seharusnya milik Internal. Namun ada baiknya juga penyebaran ini, meski ada pro kontra, ini bisa menjadi acuan masyarakat agar berfikir dahulu sebelum berbuat sesuatu khususnya di media sosial, apakah itu merugikan orang lain atau tidak," tutupnya.
"Ini merupakan salah satu naskah ilmiah Doktor Maruli Simanjuntak mengenai makalah S3 beliau tentang Hate Speech ini. Dan kita mengupayakan bisa sosialisasikan kepada anggota mengenai surat edaran tersebut. Selain itu, kompolnas sudah meneliti dan merekomendasi bahwa dari sebagian anggota polri, masih ada yang kurang memahami ujaran kebencian. Nah SE ini memberikan sikap ke mereka untuk sigap mengambil sikap karena acuannya sudah jelas," tutur Agus saat mengisi acara 'Hate Speech kenapa diributkan?' di Kampus Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan, Sabtu (21/11) sore.
Menurut Agus, Surat Edaran (SE) ini sebenarnya bukan konsumsi publik, melainkan internal polri. "Mengenai surat edaran hate speech, ini bukan merupakan peraturan juga bukan produk hukum, ini sebenarnya surat internal untuk anggota kepolisian untuk fokus kurangi kebencian," kata Agus.
Lanjut Agus, surat edaran ini merupakan untuk internal polri, bukan penegakan hukum. SE juga untuk pemberitahuan dan tata cara yg berlaku. "Dalam SE ini distribusinya yaitu pejabat mabes polri, kapolda dan pejabat di luar struktur misalnya BNN, bukan masyarakat. Jadi masyarakat jangan khawatir," paparnya.
Agus menjelaskan, adanya SE ini, pihak kepolisian nantinya akan memonitor di mana adanya benih pertikaian. Kemudian melakukan pendekatan dan mampu memberi pemahaman.
Dirinya mencontohkan, seperti kasus di Ponorogo beberapa waktu lalu, bereda gambar seorang anggota polri yang sedang menggunakan hand talky, dengan dibuat cerita sang polisi sedang menelepon istri untuk menghabiskan uang. Hal ini salah satu hate speech karena merugikan orang lain dan pencemaran nama baik. Sang pelaku akhirnya dilaporkan, dipanggil pihak kepolisan dan akhirnya dia mengaku salah.
"Intinya ini mensosialisasikan anggota kita untuk bekerja lebih sigap. Dan sebenarnya ini ramai karena pemberitaan media. Ini seharusnya milik Internal. Namun ada baiknya juga penyebaran ini, meski ada pro kontra, ini bisa menjadi acuan masyarakat agar berfikir dahulu sebelum berbuat sesuatu khususnya di media sosial, apakah itu merugikan orang lain atau tidak," tutupnya.