![]() |
Foto: Edi Wahyono |
Jakarta - Surat dengan kop Dewan Perwakilan Rakyat RI bertanggal 17 Oktober 2015 itu diterima oleh PT Pertamina Persero dua hari kemudian. Di bawah kop surat, yang dicetak di tengah-tengah, tertera nama Ketua DPR Setya Novanto.
Surat itu berisi permintaan bantuan kepada Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto terkait negosiasi dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM). Selama ini, PT Pertamina menyimpan bahan bakar minyak di perusahaan tersebut.
Baca ( Pertamina Benarkan Dapat Surat Tagihan dari Setya Novanto)
Sumber detikcom menyebutkan, surat itu berkaitan dengan hubungan bisnis OTM dengan Pertamina. OTM sebelumnya bernama Oil Tanking Merak. Perusahaan itu memiliki tangki timbun dengan kapasitas 288 ribu kiloliter dan jetty (dermaga) maksimal 133 ribu deadweight tonnage. OTM mulai berkongsi dengan Pertamina sejak 22 Agustus 2014, dan dioperasikan pada awal November 2014.
![]() |
Ketua DPR Setya Novanto (Lamhot Aritonang/detikcom) |
Kerja sama tersebut meliputi penyimpanan BBM milik Pertamina. Penentuan tarif sewa berdasarkan owner estimate yang dibuat lembaga penelitian Pranata UI dengan internal rate of return (besarnya tingkat pengembalian modal) tingkat batas 7,73 persen dan pay back period (waktu pengembalian modal) 8 tahun.
Belakangan, Pertamina melakukan negosiasi perubahan menjadi kontrak sewa, negosiasi soal working loss dari 0,3 persen menjadi 0,2 persen, penggunaan rupiah dalam pembayaran, dan diperbolehkannya semua produk, termasuk pelumas serta injeksi aditif, tanpa tambahan fee.
Bukan itu saja. Pertamina juga meminta penurunan fee dari US$ 6,5 per kiloliter menjadi US$ 6,45 per kiloliter. Dan jika penyimpanannya dioptimalkan mencapai 320 ribu kiloliter per bulan, fee menjadi US$ 6,09 per kiloliter.
Penurunan tarif itu, menurut sumber tersebut, sesuai dengan acuan (benchmark) yang dibuat tim Pertamina terhadap terminal sejenis di Vopak di Jakarta, oil tanking di Tanjung Balai Karimun, juga storage elpiji di Eretan, Gresik, dan Semarang.
Tapi rupanya negosiasi penurunan harga itu mengundang "kehadiran" Ketua DPR Setya Novanto.
Novanto kabarnya pernah datang bersama Cary, putra M. Reza Chalid (pengusaha yang bersama Novanto menjumpai bos PT Freeport Indonesia), ke kantor pusat Pertamina menemui Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto. Cary disebut-sebut sebagai pemilik PT Orbit. Sedangkan selaku Direktur Utama PT Orbit adalah Gading Yudo.
Beberapa hari setelah kedatangannya ke Pertamina, Novanto memanggil Direktur Keuangan Pertamina ke DPR. Kemudian, datanglah "surat sakti" itu ke Pertamina. "Kami mendapatkan surat itu pada 19 Oktober 2015," kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro.
![]() |
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto (Grandyos Zafna/detikcom) |
Setelah menerima surat itu, Dwi Soetjipto segera melakukan tindak lanjut. Direktorat Pemasaran Pertamina diminta membahas negosiasi dengan OTM perihal kontrak penyimpanan BBM.
"Memang teman-teman di (Direktorat) Pemasaran sekarang lagi dicek secara langsung bagaimana proses kelanjutan transaksinya. Itu yang kita sama-sama kerjakan," ujar Wianda.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan surat yang dilayangkan atas nama Setya Novanto itu ditujukan kepada Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto. Tujuannya, supaya renegosiasi dipercepat.
"Tapi saya profesional saja. Namanya renegosiasi, kan dari dua belah pihak. Saya cuma menilai punya kontrak itu, tapi enggak wajar. Bagi saya, agak merugikan Pertamina," kata Ahmad Bambang saat dimintai konfirmasi detikcom.
Soal OTM, ujar Bambang, saat ini sudah dibeli oleh swasta. "Anda coba cari tahu siapa yang beli itu dan sekarang menjadi Orbit Terminal Merak," ujar Bambang memberi saran.
Sampai saat ini, menurutnya, Pertamina belum membayar sewa itu. Sebab, kontrak tersebut dinilai banyak merugikan Pertamina. Bambang, yang baru menjabat sejak awal November lalu, minta dilakukan renegosiasi.
"(Untuk) renegosiasi, saya mengundang BPKP segala. Barang-barang Pertamina ini wajar atau enggak, kita cari spare part juga. Kemudian pasal yang melemahkan Pertamina kita minta direvisi, seperti toleransi losses, kemudian produk yang boleh di situ," tutur Bambang.
Tapi Kepala Bagian Tata Usaha Ketua DPR Hani Tahapari mengatakan surat satu lembar itu palsu. Terdapat kejanggalan dalam katebelece itu. Salah satunya, posisi kop lambang DPR dalam setiap surat seharusnya berada di pojok kanan.
Namun, dalam katebelece itu, logo DPR berada di tengah. "Surat ini tidak pernah kami keluarkan dari Ketua DPR RI. Setiap surat keluar mesti dari kami, ini tidak. Dan kami katakan (surat itu) palsu," kata Hani.
![]() |
Kepala Bagian Tata Usaha Ketua DPR Hani Tahapari (Lamhot Aritonang/detikcom) |
Hal yang sama dikatakan Setya Novanto. Ia membantah pernah membuat dan mengirim katebelece ke Pertamina. Soal kop DPR yang ada pada surat itu, Novanto menduga dibuat oleh orang lain. "Saya tidak pernah merasa membuat dan mengirim surat ke Pertamina," katanya.
Bambang tidak mempedulikan asli atau tidaknya surat itu. Yang jelas, surat-surat sejenis dari anggota DPR lainnya kerap mampir ke Pertamina. "Apakah ini suratnya Setnov atau bukan, itu urusan forensik untuk buktikan. Tapi kalau anggota DPR punya kop surat sendiri di tengah, bukan di pinggir kiri, itu bukan satu-satunya," kata dia.
Sayangnya, Bambang tak mau membocorkan siapa saja politisi Senayan yang sering kirim surat ke Pertamina. Tapi Pertamima tidak pernah menanggapinya secara berlebihan.
"Bagi saya nggak pengaruh. Mau di kiri di tengah dan di kanan, kalau surat resmi DPR kan dikirim dengan nomor DPR. Tapi kalau surat pribadi sebagai anggota, masing-masing ya punya. Ada banyak yang punya," pungkas Bambang.
Sumber : Detikcom