Penetapan tersangka calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma membuat geger. Dia ditetapkan terkait kasus Pasar Turi.
Informasi itu langsung diumumkan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Romy Ariezyanto. Dia mengaku telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dari Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Menurut Romy, SPDP tersebut diterima dari Kepolisian Daerah Jawa Timur pada 30 September lalu. Tak ayal, berita itu pun menjadi heboh.
Risma yang tengah disibukkan Pilkada Kota Surabaya mengaku terkejut dengan penetapan dirinya sebagai tersangka kasus Pasar Turi. Dia merasa upayanya membantu para pedagang, ternyata membawanya pada persoalan hukum.
Menurut calon wali kota nomor urut dua ini, kasus yang menyeretnya itu, sudah berjalan lama, dan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) itu, sudah dikeluarkan Polda Jawa Timur pada bulan Mei 2015 lalu.
Saat itu, Risma mengaku hanya menjadi saksi dalam kasus itu. Dia menuturkan, kejadian bermula ketika pengembang Pasar Turi, PT Gala Bumi Perkasa, meminta Pemkot Surabaya membongkar tempat penampungan sementara (TPS). Saat itu masih ditempati para pedagang di sekitar Gedung Pasar Turi yang terbakar.
Namun, berdasarkan aturan, mekanisme pembongkaran aset pemerintah daerah itu, harus melalui teknis-teknis yang melibatkan DPRD Surabaya. Menurut dia, SPDP itu memang pernah dikeluarkan pada Mei 2015 lalu, namun statusnya adalah sebagai saksi.
"SPDP itu memang sudah dikeluarkan Mei 2015 lalu, dan status saya sebagai saksi. Kemudian dilakukan gelar perkara pada pertengahan September kemarin. Saat ini, saya masih menunggu hasil gelar perkara Polda Jatim," jelasnya.
Atas penetapan tersebut kubu Risma nampaknya tidak akan tinggal diam. Selain akan berkoordinasi dengan DPP PDIP, calon petahana di Pilkada Surabaya ini juga akan meminta klarifikasi kepada Kejati dan Polda Jatim.
"Tim Risma-Whisnu meminta Kapolda Jatim dan Kajati Jatim memberikan klarifikasi segera duduk masalah ini agar tidak menjadi black campaign untuk pasangan Risma-Whisnu," ujar Juru bicara tim Tim Risma-Whisnu, Didik Prasetiyono.
Menurut Didik, klarifikasi tersebut perlu dilakukan karena antara Kejati dan Polda Jatim tidak satu suara soal penetapan tersangka Risma. Kejati mengaku menerima SPDP dari Polda Jatim, namun anehnya Polda Jatim membantahnya.
"Kami percaya masyarakat bisa menilai siapa yang benar dan ada apa di balik peristiwa ini, tentunya kental nuansa rekayasa politik dihubungkan dengan 47 hari menjelang pilkada Kota Surabaya," ujar Didik.
Lalu kenapa akhirnya Risma mendadak bisa lolos dari penetapan tersangka?
Tak mau berpolemik panjang, Polda Jawa Timur pun angkat bicara. Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Wibowo mengatakan akan mengirim Surat Penghentian Perintah Penyidikan (SP3) ke Kejati Jawa Timur. Wibowo beralasan, peghentian kasus ini berdasarkan fakta tak cukupnya bukti keterlibatan Risma.
"Laporan diterima pada tanggal 21 Mei dan pelapor bernama Adi Samsetyo dengan korban Gala Bumi Persada dengan terlapor Bu Tri Rismaharini. Kemudian proses perjalanan dari penyidikan ini kita melakukan suatu proses penyidikan di mana kita dilengkapi dengan administrasi penyidikan. Adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan tanggal 28 Mei 2015.
Nah, kemudian kita menyampaikan bahwa tidak ada SPDP tertanggal 30 September yang seperti rekan-rekan pertanyakan nanti kan. Bahwa itulah surat SPDP kita yang diterima oleh Kejati. Jadi SPDP Bu Risma ini hanya satu.
Dari proses penyidikan yang telah kita lakukan, baik pemanggilan saksi-saksi maupun alat bukti bahkan sampai tingkat gelar bahwa kasus ini, tidak ditemukan suatu cukup bukti terhadap sangkaan tindak pidana yang dilakukan Bu Risma. Dan ini nanti akan segera kita hentikan," ujar Wibowo.
Benarkah ada muatan politis penetapan Risma jadi tersangka?
Benarkah ada muatan politis penetapan Risma jadi tersangka?
Di sisi lain, Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pereira menegaskan penetapan tersangka mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma dalam kasus Pasar Turi sarat muatan politis. Pasalnya banyak pihak yang mencoba menjegal Risma untuk kembali maju di Pilkada Serentak 9 Desember nanti.
"Kami sudah dengar beritanya, tapi DPD PDIP (Surabaya) belum mendapatkan surat tembusan penetapan tersangka, tapi memang ini politis ya. Kita tahu banyak yang mencoba menjegal Bu Risma dari Pilkada, mulai dari calon tunggal waktu itu," kata Andreas saat dihubungi merdeka.com, Jumat (23/10).
Atas hal ini, Andreas menegaskan partainya akan memberikan bantuan hukum ke Risma. Pihaknya merasa publik bisa melihat bahwa ini ada permainan.
"Sambil menunggu informasi pasti dari DPD, tentu kami akan berikan bantuan hukum. Saya kira semua orang bisa lihat ya, ini politis berbagai macam cara dilakukan pihak-pihak tertentu untuk menjegal bu Risma," tukasnya.
Sumber : Merdeka